Aghumi: Mengemas Tarot dalam Konsep Teatrikal
Sebagai seorang penggemar tarot, tentunya menarik untuk selalu mengulik makna di balik setiap kartu yang ada. Menurut saya, selalu ada cerita yang bisa kita rasakan dari masing-masing kartunya. Berbicara mengenai kartu tarot, saya rasa saya bisa menghabiskan semalam suntuk hanya untuk yang satu ini. Dan tentu saja, ketika saya tau ada pementasan seni yang mengangkat kartu tarot dalam ceritanya, saya tak buang waktu untuk datang dan melihat secara langsung.
Pada TERUPA Festival (5/8/20) lalu, sebuah komunitas seni yang saya kenal di The Ambengan Tenten, Aghumi, membuka acara hari itu dengan sebuah teatrikal yang mengusung cerita mengenai kartu The Fool. Sebagai kartu pertama Major Arcana dalam tarot, tentunya kartu The Fool menyimpan makna tersendiri. Saya pribadi selalu merasa bahwa kartu ini ibarat seorang anak kecil naif yang memimpikan dunia. Matanya yang haus akan banyak sisi kehidupan selalu membawanya menjadi sosok idealis nan polos yang terkadang dianggap bodoh.
Selain kartu The Fool, pementasan yang bertajuk “The Fool: Pelesiran Wayang-wayangan” ini juga diilhami oleh seorang perupa tersohor, Ni Tanjung yang memiliki idealisme tinggi terkait seni yang berhasil mengubah cara pandang banyak mata mengenai seni global. The Fool yang juga melambangkan awal mula kehidupan ini memiliki makna di mana semua yang bermula dari titik nol merupakan perlambang dari unsur-unsur keterbatasan yang justru memberikan esensi keutuhan entitas diri. Dalam keterbatasannya, semua orang mampu menciptakan perubahan sederhana yang dimulai dari dirinya.
Yang paling menarik dari pementasan satu ini, Aghumi berhasil memboyong teman-teman dari komunitas Teater Petir, Teater Sangsaka, Teater Loak, dan Narwastu Austism Learning Awareness untuk ikut andil dalam acara ini. Beberapa properti pentas yang digunakan juga merupakan hasil kerajinan tangan dari teman-teman autis dari Narwastu. Dedikasi Aghumi rasa-rasanya memang harus diacungi jempol, terlebih bagaimana mereka mampu mengajarkan seni kepada anak-anak berusia 5-15 tahun untuk mengekspresikan dirinya melalui seni itu sendiri.
Seperti apa yang dituturkan oleh Tika, salah seorang teman dari Aghumi, rasa-rasanya memang dunia butuh ruang lebih besar untuk kita memberikan pengakuan lebih baik kepada orang-orang di sekitar. Sekecil apa pun perjuanganmu, kau patut untuk diapresiasi sebagaimana mestinya. Sesederhana apa pun mimpimu, kau berhak untuk percaya bahwa mimpi akan membawamu mendunia.
Pembukaan acara TERUPA Festival terasa semakin hangat kala pementasan teatrikal itu telah usai. Tak lupa performance pendukung dari teman-teman SIJI dan musik tradisional oleh Yasa Balinese Music, sore itu semakin romantis kala tiap manusia saling mengoneksikan dirinya di TAT Art Space. Dan menurut saya, tak ada yang lebih menarik ketimbang diingatkan bahwa tiap-tiap kita memberikan perbedaan dengan caranya masing-masing.
Aghumi berhasil menyulap sebuah filosofi sederhana menjadi sebuah pementasan yang tak kalah luar biasa. Di balik itu semua, mungkin kita pun perlu mengingatkan diri bahwa hidup akan selalu baik-baik saja apabila kita mau percaya pada mimpi yang kita punya.